Pages

Jumat, 13 April 2012

PERBANKAN SYARIAN INGIN STANDAR PEMBUKUAN KEUANGAN SENDIRI


Oleh : Friska yolandha
Pesatnya pertumbuhan industri syariah meningkatkan tekanan bagi industry tersebut untuk mkemasuki arus utama akuntansi, dengan mengikuti bimbingan dari standar akuntansi internasional (IASB). Padahal, IASB merupakan penetapan pembukuan keuangan konvensial. Hal ini akan menjadi langkah yang kontrovensial. Dengan mendasarkan diri pada prinsip agama, perbankan syariah berusaha untuk berdiri di atas kaki sendiri, terpisah dari perbankan kontrovensial. Namun , beberapa pakar berpikir, industri ini berkembang begitu pesatnya sehingga tidak bisa lagi duduk nyaman di luar harmonisasi aturan akuntansi di seluruh dunia.
            Pelaporan keuangan yang terjadi di seluruh dunia saat ini merupakan langkah global menuju sebuah standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi, “ujar direktur jasa keuangan sebuah perusahaan akuntansi raksasa KPMG, samer hijazi, seperti dilansir laman reuters, Ahad (8/4).
            Hijazi yang juga memantau perkembangan perbankan syariah mengungkapkan, pada 2011 aset keuangan perbankan syariah 1,3 triliun dolar AS. Jumlah ini meningkat 150 persen selama lima tahun terkahir, saat industri ini meluas ke Negara-negara baru di luar pasar inti di timur tengah dan Malaysia.
            Saat ini, industri syariah tetap di atur oleh tambal-sulam regulator nasional. Standar syariah menurut para ulama, memiliki dasar hokum yang berbeda, begitu pula dengan praktiknya.       Hal ini menciptakan kebingungan di kalangan investor, terutama saat bank-bank besar barat mulai memasuki pasar ini.
            Sebagian besar Negara yang memiliki perbankan syariah telah menerapkan standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) yang di keluarkan oleh IASB. Namun, standar ini dikembangkan oleh industry konvensional, bukan untuk di pakai perbankan syariah yang murni melarang bunga dan spekulasi moneter.
            Hal tersebut berakibat adanya potensi konflik antara perbankan syariah dan aturan konvensional, Misalnya, untuk mendapatkan kembali keuntungan tanpa menentang larangan bunga, perbankan syariah membeli aset, seperti rumah atas nama pelanggan dan menyewakanya hingga si pelanggan mampu memperoleh kepemilikan rumah tersebut. Di bawah standar IFRS, hijazi mengungkapkan industry syariah akan di perlakukan sebagai penyedia jasa sewa keuangan, yang membutuhkan bank untuk merekam sewa sebagai pinjaman dengan bunga produktif.
            Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan hokum syariah. “IFRS adalah sesuatu yang mengungguli bentuk hukum sedangkan syariah lebih banyak tentang kepatuhan terhadap bentuk hukum,” ujar direktur pricewaterhouse coopers, Andrew Hawkins.
            Beberapa ahli menyebutkan, ada beberapa solusi untuk mengatasi kesenjangan ini. Asian-oceanian standard setters group (AOSSG) telah mengimbau IASB untuk melakukan penyusunan standar perbankan syariah pada agendanya. AOSSG juga telah membentuk sebuah kelompok kerja untuk bekerja sama dengan IASB. Lebih dari tiga perempat dari 24 badan standart keuangan yang menanggapi survey AOSSG menyatakan, tidak boleh ada standar akuntansi syariah yang terpisah dari kerangka IFRS. Ed : Irwan kelana

Dikutip dari : REPUBLIKA, SELASA 10/04/2012

0 komentar:

Posting Komentar

followers

template tagland. Diberdayakan oleh Blogger.